Rabu, 23 Mei 2012

Tugas Profesi Kependidikan








MAKALAH
PROFESI KEPENDIDIKAN
Peran Guru Dalam Pengembangan Media Pembelajaran Di Era Teknologi Komunikasi Dan Informasi






Dosen Pengajar:
Ellyn Normelani, S.Pd., M.Pd

Disusun oleh:
Hasa Noor Hasadi
NIM. A1A510257
KELAS : B / 2010


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2012

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat-Nya sematalah sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berkenaan dengan Pembelajaran kooperatif pada bidang studi. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat serta para pengikut beliau dari dulu, sekarang, hingga akhir zaman.
Dengan disusunnya makalah ini diharapkan mahasiswa-mahasiswi dapat memahami dan mengethui tentang masalah perkembangan media pembelajaran.
Penyusun menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan baik itu dari segi isi maupun dari cara penyusunannya, itu disebabkan karena terbatasnya pengetahuan penyusun. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini dan pembuatan makalah berikutnya.
Kepada dosen pembimbing dan teman-teman mahasiswa-mahasiswi yang mendukung terbentuknya makalah ini saya penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. 

Wassalam,



Banjarmasin, 24 Februari  2012


Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara-gaya belajar mereka sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model pembelajaran. Dalam prakteknya, kita (guru) harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri.
Berikut ini disajikan beberapa model pembelajaran, untuk dipilih dan dijadikan alternatif sehingga cocok untuk situasi dan kondisi yang dihadapi. Akan tetapi sajian yang dikemukakan pengantarnya berupa pengertian dan rasional serta sintaks (prosedur) yang sifatnya prinsip, modifikasinya diserahkan kepada guru untuk melakukan penyesuaian, penulis yakin kreativitas para guru sangat tinggi.

B.     Rumusan Masalah
Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang, maka kami mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.        Apa pengertian Pengertian Pembelajaran Kooperatif ?
2.        Bagaimana Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif ?
3.        Bagaimana Pendekatan Dalam Pembelajaran Kooperatif ?
4.        Bagaimana Model pembelajaran kooperatif ?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penyusun membuat makalah yang berjudul Pembelajaran kooperatif  adalah :
1.      Untuk mengetahuai pengertian Pembelajaran Kooperatif
2.      Untuk mengetahui Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
3.      Untuk mengetahui Pendekatan Dalam Pembelajaran Kooperatif
4.      Untuk mengetahui model pembelajaran Kooperatif

D.    Metode Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan telaah literatur atau metode kepustakaan, sebagai bahan rujukan dan acuan untuk melengkapi pembuatan makalah ini.



BAB II
PEMBAHASAN

A.        Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto 2008: 35).
“Cooperative learning is generally understood as learning that takes place in small groups where students share ideas and work collaboratively to complete a given task. There are several models of cooperative learning that vary considerably  from each other” (Slavin, 1995). “Pembelajaran kooperatif secara umum dipahami sebagai pembelajaran yang terjadi dalam kelompok kecil dimana siswa berbagi ide dan bekerja sama menyelesaikan suatu soal. Ada beberapa model pembelajaran kooperatif yang berbeda satu samalainnya Sedangkan menurut Slavin (1997) pembelajaran kooperatif, merupakan metode pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada metode pengajaran, siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar.
Berdasarkan definisi – definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative leraning) adalah model pembelajaran yang menggunakan kelompok – kelompok kecil dimana siswa dalam satu kelompok saling bekerja sama memecahkan masalah untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak­tidaknya tiga tujuan pembelajaran yang disarikan dalam Ibrahim, dkk (2000:7‑8) sebagai berikut: Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas‑tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep‑konsep yang sulit. Model struktur penghargaan kooperatif juga telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latarbelakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas­-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain. Tujuan penting dari pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial.

B.       Koperatif (CL, Cooperative Learning)
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kooperatif kontruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vigotsky yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran Vigotsky yakni bahwa fase mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul pada percakapan atau kerjasama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam individu tersebut. Implikasi dari teori vigotsky dikehendakinya susunan kelas berbentuk kooperatif.
Model Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan model pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk rnengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalarn membantu siswa memahami konsep konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik, dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya anak muda sebenarnya tidak menyukai siswa siswa yang ingin menonjol secara akademis.
Robert Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah norma ini rnelalui penggunaan pembelajaran kooperatif. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas kerja bersama menyelesaikan tugas tugas akademik, siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemapuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor rnembutuhkan pemikiran lebih dalam tentang hubungan ide ide yang terdapat di dalam materi tertentu.
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk rnengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam. Sementara itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering pertikaian kecil antara individu dapat mengakibatkan tindak kekerasan atau betapa sering orang menyatakan ketidakpuasan pada sa at diminta untuk bekeda dalarn situasi kooperatif .
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja. Namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat di bangun dengian mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota.

1.  Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah:
  1. Saling ketergantungan positif
  2. Interaksi tatap muka
  3. Akuntanbilitas individual
  4. Keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan.  Abdurrahman & Bintoro (dalam Nurhadi, 2004:61)
Selain itu Roger dan Johnson mengatakan (dalam Lie, 2004:31) bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dikatakan sebagai pembelajaran kooperatif. Ada lima unsur yang harus terkandung dalam pembelajaran kooperatif, antara lain saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.

2 . Pendekatan Dalam Pembelajaran Kooperatif
Metode pembelajaran kooperatif dikembangkan setidaknya untuk memenuhi tiga tujuan pembelajaran penting yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, 2000:7).
Menurut Ibrahim (2000:20-28) ada empat pendekatan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: STAD (Student Teams Achievement Division) Metode ini mengacu pada belajar kelompok siswa yang menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks.
  1. Investigasi Kelompok
Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih terpusat pada guru.
  1. Pendekatan struktural
Pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa
  1. Jigsaw
Jigsaw merupakan metode pembelajaran dengan menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli yang mengutamakan rasa tanggungjawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.

a)   Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.
Ada tujuh indikator pembelajaran kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai cara).

b)      Realistik (RME, Realistic Mathematics Education)
Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola guided reinvention dalam mengkontruksi konsep-aturan melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan untuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik melalui proses dalam dunia rasio, pengembangan matematika). Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukan-informal daam konteks melalui refleksi, informal ke formal), inter-twinment (keterkaitan-intekoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari guru dalam penemuan).

c)      Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning)
Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada keterampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).

d)      Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)
Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal. Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri.



e)      Problem Solving
Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, .atau algoritma). Sintaknya adalah: sajikan permasalahan yang memenuhi kriteria di atas, siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau aturan yang disajikan, siswa mengidentifkasi, mengeksplorasi,menginvestigasi, menduga, dan akhirnya menemukan solusi.

f)       Problem Posing
Bentuk lain dari problem posing adalah problem posing, yaitu pemecahan masalah dengan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami. Sintaknya adalah: pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi tulisan-hitungan, cari alternative, menyusun soal-pertanyaan.

D.    Hubungan Pembelajaran Kooferatif dengan Pembelajaran Numbered Head Together
Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Kagan, S (1992). Meskipun model pembelajaran ini memiliki kesamaan dengan model pembelajaran kooperatif  lainnya namun model pembelajaran ini lebih menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi khusus siswa (Lie, 2004:59).
Model NHT ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas yang tradisional. Seperti resitasi, guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa memberikan jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Model NHT ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada penghargaan individual.


Menurut Nurhadi (2003:38) berikut ini adalah langkah-langkah dalam pembelajaran model NHT:
  1. Langkah 1- Penomoran (Numbering): Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 siswa dan member mereka nomor sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor berbeda.
  2. Langkah 2- pengajuan Pertanyaan (Questioning): Guru mengajukan suatu pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum. Contoh pertanyaan yang bersifat spesifik adalah “ Dimana letak Kerajaan Tarumanegara?” sedangkan contoh pertanyaan yang bersifat umum adalah “ Mengapa Diponegoro memberontak kepada pemerintah Belanda?”
  3. Langkah 3- Berpikir Bersama (Head Together): Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.
  4. Langkah 4- Pemberian Jawaban (Answering): Guru menyebut satu nomor para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk setiap kelas.
Metode ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Karena selain siswa belajar dalam kelompok, terdapat juga penomoran pada masing-masing siswa dalam kelompok  yang akan memacu siswa untuk tidak sepenuhnya bergantung  pada angota kelompoknya.

E.     Hubungan Pembelajaran Kooferatif dengan Metode Pembelajaran Jigsaw
Pada awalnya metode ini dikembangkan oleh Elliot Arronson dari Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin (Nurhadi, 2004:65). Metode ini didesain utuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Dalam hal ini siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan oleh guru, tetapi dengan demikian siswa saling tergantung satu dengan lainnya dan harus bekerjasama untuk mempelajari materi yang diberikan.
Dalam pelaksanaannya kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang anggotanya terdiri dari 5 atau 6 ssiwa dengan karakteristik yang heterogen dengan menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli. Para anggota dari kelompok  yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu materi pelajaran yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji materi tersebut. Kumpulan siswa semacam itu disebut kelompok ahli. Selanjutnya, para siswa yang berada dalam kelompok ahli kembali ke kelompok semula untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok ahli. Pada akhir pelajaran para siswa dievaluasi secara individual mengenai materi yang telah dipelajari melalui tes. Dan setelah pembelajaran berakhir siswa diberikan penghargaan kelompok yang berupa pujian ataupun berupa hadiah. Semua itu merupakan salah satu bentuk penghargaan atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar.

F.     Kaedah Pembelajaran Koperatif
Pembelajaran koperatif merujuk kepada kaedah pengajaran yang memerlukan murid dari pelbagai kebolehan bekerjasama dalam kumpulan kecil untuk mencapai satu matlamat yang sama (Slavin, 1982). Sasaran adalah tahap pembelajaran yang maksimum bukan sahaja untuk diri sendiri, tetapi juga untuk rakan-rakan yang lain.

Lima unsur asas dalam pembelajaran koperatif adalah:
  1. saling bergantung antara satu sama lain secara positif,
  2. saling berinteraksi secara bersemuka,
  3. akauntabiliti individu atas pembelajaran diri sendiri,
  4. kemahiran koperatif, dan
  5. pemprosesan kumpulan
Ganjaran diberi kepada individu dan kumpulan dalam pelaksanaan kaedah ini. Individu dalam kumpulan dikehendaki menunjukkan kefahaman masing-masing dan memainkan peranan berbeza bergilir-gilir. Kemahiran sosial dan pemprosesan kumpulan digalakkan. Beberapa cara pembelajaran koperatif telah diperkembangkan oleh tokoh-tokoh pendidikan, misalnya Jigsaw, TGT (teams-games-tournaments), STAD (Students Teams- Achievement Division),
Belajar Bersama (Learning together), Permainan Panggil Nombor (Numbered Heads), dan Meja Bulat (Round Table). Pengajaran sebaya memainkan peranan yang sangat penting menurut cara Jigsaw. Dalam cara ini, pembahagian tuigas diagihkan di kalangan murid dalam kumpulan pelbagai kebolehan. Bahan pembelajaran dipecahkan kepada topik-topik kecil. Setiap murid diagihkan tugas untuk mempelajari satu topik kecil. Setelah menguasai topik kecil sendiri, murid akan mengajar rakan-rakan lain dalam kumpulannya sehingga semua ahli kumpulan menguasai semua topik kecil itu. Selepas itu satu aktiviti dijalankan untuk menguji sama semua ahli kumpulan berjaya memahami dan menyempurnakan tugasan yang diberi.
Jigsaw merupakan cara pengajaran berpusatkan murid. Kemungkinan besar bahan baru dapat dikaitkan dengan pengetahuan sedia ada dan membantu penstrukturan semula idea. Pembelajaran koperatif menggalakkan murid berinteraksi secara aktif dan positif dalam kumpulan. Ini membolehkan perkongsian idea dan pemeriksaan idea sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
v  Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto 2008: 35).
v  Model Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan model pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk rnengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalarn membantu siswa memahami konsep konsep yang sulit.
v  Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja. Namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat di bangun dengian mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota.
v  Hubungan pembelajaran kooferatif dengan metode yang lain.
o   Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)
o   Hubungan Pembelajaran Kooferatif dengan Pembelajaran Numbered Head Together
o   Hubungan Pembelajaran Kooferatif dengan Metode Pembelajaran Jigsaw
o   Kaedah Pembelajaran Koperatif

B.     Saran – Saran
  1. Setiap sekolah diharapkan mempunyai satu media pembelajaran yang membantu dalam proses pembelajaran. Dengan harapan dapat memberikan sebuah pendidikan yang bermutu.
  2. Guru diharapkan mampu membimbing peserta didik agar dapat menguasai media yang berhubungan dengan metode pemelajaran kooferatif yang ada disekolah.
  3. Pesesta didik juga diharapkan mau belajar media – media pembelajaran yang berhubungan dengan metode pemelajaran kooferatif.


DAFTAR ACUAN
http://liriklagulagu.wordpress.com/ta


Tugas Geografi Desa dan Kota


PENGARUH PERKEMBANGAN DESA SERTA HUBUNGANNYA TERHADAP PENINGKATAN URBANISASI PERKOTAAN








Dosen Pengajar:
Karunia Puji Hastuti, M. Pd.

Disusun Kelompok 3 :
Herman Pelani                    NIM. A1A510233
Yessi Rahmawati                NIM. A1A510251
Eni Sulistyowati                 NIM. A1A510253
Hasa Noor Hasadi              NIM. A1A510257
Meda Rahmi                       NIM. A1A510261
Erma Ariany                       NIM. A1A510266
Bagus Hadi Saputra            NIM. A1A510284


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2012
 


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Maraknya pembangunan di kota-kota besar di Indonesia dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Sebagai dampaknya, kota-kota tersebut akan menjadi magnet bagi penduduk di berbagai daerah/desa untuk berdatangan mencari pekerjaan dan bertempat tinggal. Disamping karena faktor penduduk desa yang memiliki sumber daya yang kurang ataupun tidak dimanfaatkan secara optimal untuk perkembangan kegiatan ekonomi desa, sehingga alasan tersebut dijadikan sebagai salah satu faktor pertimbangan untuk melakukan urbanisasi secara besar-besar oleh penduduk desa ke kota, dan ini menyebabkan terjadinya suatu system yang saling berkaitan antar pengaruh perkembangan desa dan kota.
Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius.
Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Hal inilah yang mendorong masyarakat untuk melakukan urbanisasi dengan tujuan bisa mendapat kehidupan yang layak. Selain itu, daya tarik daerah tujuan juga menentukan masyarakat untuk melakukan urbanisasi. Para urban yang tidak memiliki skill kecuali bertani akan kesulitan mencari pekerjaan di daerah perkotaan, karena lapangan pekerjaan di kota menuntut skill yang sesuai dengan bidangnya. Ditambah lagi, lapangan pekerjaan yang juga semakin sedikit sehingga adanya persaingan ketat dalam mencari pekerjaan. Masyarakat yang tidak memiliki skill hanya bisa bekerja sebagai buruh kasar, pembantu Rumah Tangga, tukang kebun, dan pekerjaan lainnya yang lebih mengandalkan otot daripada otak. Sedangakn masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan, umumnya hanya menjadi tunawisma, tunakarya, dan tunasusila. Hal ini tentunya akan memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan kota sehingga menambah permasalahan yang ada di kota.
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Perekonomian, pada 1975 lebih banyak penduduk Indonesia yang berada di pedesaan ketimbang di perkotaan. Ketika jumlah penduduk Indonesia mencapai sekitar 150-an juta jiwa, penduduk urban hanya sekitar 25% saja. Penduduk urban mencapai sekitar 50% pada dekade ini, saat jumlah penduduk Indonesia hampir menyentuh 250 juta. Saat ini, sudah menginjak 53%. Diperkirakan pada 2015 dan seterusnya, jumlah kaum urban akan melebihi kaum rural.
Dalam Visi Ekonomi Indonesia 2025, 65% dari populasi diprediksikan tinggal di kota-kota besar. Perencanaan tata ruang secara komprehensif tentunya amat penting, guna mengantisipasi berkembangnya area metropolitan(Ramitha, 2011 dalam http://m.inilah.com/read/detail/1332872/urbanisasi-super-cepat/)
Dengan uraian yang telah dijelaskan tadi maka, makalah ini akan mencoba untuk mengulas tentang dampak-dampak yang terjadi akibat adanya suatu urbanisasi yang tak terkendali pada suatu perkotaan serta upaya kebijakan yang perlu dilakukan guna menekan laju tingkat urbanisasi, tanpa melupakan peranan penting Desa sebagai salah satu faktor yang perlu dibina agar berkembang dengan potensi sumber daya yang dimilikinya untuk menciptakan bangkitan ekonomi bagi penduduknya yang secara langsung maupun tidak langsung mempunyai pengaruh besar terhadap penekanan laju urbanisasi penduduk desa ke kota.
B.     Rumusan Masalah
Dari pembahasan diatas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penulisan makalah ini yaitu bagaimana pengaruh perkembangan desa terhadap laju Urbanisasi Kota serta cara penggulangan peningkatan Urbanisasi di perkotaan.



C.    Tujuan dan Kegunaan
1.      Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaruh perkembangan desa terhadap laju urbanisasi serta cara penggulangan peningkatan Urbanisasi di perkotaan.
2.      Kegunaan
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pembaca untuk mengetahui perkembangan desa terhadap laju urbanisasi serta cara penanggulangan peningkatan urbanisasi di perkotaan.
BAB II
DASAR TEORI

A.      Pengertian Urbanisai
·         Pengertian urbanisasi yang sebenarnya menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia adalah, suatu proses kenaikan proporsi jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan.
·         Dalam Ilmu Lingkungan, urbanisasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengkotaan suatu wilayah. Proses pengkotaan ini dapat diartikan dalam dua pengertian. Pengertian pertama, adalah merupakan suatu perubahan secara esensial unsur fisik dan sosial-ekonomi-budaya wilayah karena percepatan kemajuan ekonomi. Contohnya adalah daerah Cibinong dan Bontang yang berubah dari desa ke kota karena adanya kegiatan industri. Pengertian kedua adalah banyaknya penduduk yang pindah dari desa ke kota, karena adanya penarik di kota, misal kesempatan kerja.
·         Menurut Dr. PJM Nas dalam bukunya Pengantar Sosiologi Kota yaitu Kota Didunia Ketiga, pengertian urbanisasi adalah: Pengertian Pertama diutarakan bahwa urbanisasi merupakan suatu proses pembentukan kota, suatu proses yang digerakkan oleh perubahan struktural dalam masyarakat sehingga daerah-daerah yang dulu merupakan daerah pedesaan dengan struktur mata pencaharian yang agraris maupun sifat kehidupan masyarakatnya lambat laun atau melalui proses yang mendadak memperoleh sifat kehidupan kota. Pengertian Kedua dari urbanisasi adalah, bahwa urbanisasi menyangkut adanya gejala perluasan pengaruh kota ke pedesaan yang dilihat dari sudut morfologi, ekonomi, sosial dan psikologi.






B.       Penyebab Urbanisasi
Munculnya urbanisasi disebabkan oleh adanya penduduk di desa yang semakin banyak dan ketrbatasan lapangan pekerjaan yang ada di desa. Sehingga menyebabkan penduduk yang ada di desa tertarik untuk mencari lapangan pekerjaan di kota, selain itu daya tarik social juga mempengaruhi. Kebanyakan orang pergi ke kota untuk mengubah status sosialnya untuk menuju yang lebih baik.
Pendidikan di kota semakin baik dan bermutu membuat pelajar yang ada di desa ingin mengembangkan pengetahuannya di kota. Meskipun di desa juga sudah mengalami kemajuan sehingga urbanisasi dapat diartikan sebagai perpindahan penduduk yang ada di desa ke kota.

a)      Urbanisasi dan Urbanisme
Dengan adanya hubungan Masyarakat Desa dan Kota  yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut maka timbulah masalah baru yakni ; Urbanisasi yaitu suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan. (soekanto,1969:123 ).[1]

b)     Sebab-sebab Urbanisasi
1.         Faktor-faktor yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan daerah kediamannya (Push factors).
2.         Faktor-faktor yang ada dikota yang menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap dikota (pull factors)

Hal – hal yang termasuk push faktor antara lain :
1.      Bertambahnya penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan pertanian,
2.      Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
3.      Penduduk desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat yang ketat sehingga mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
4.      Didesa tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
5.      Kegagalan panen yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain dikota.
Hal – hal yang termasuk pull factor antara lain :
1.      Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa dikota  banyak pekerjaan dan lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan.
2.      Dikota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri kerajinan.
3.      Pendidikan terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih mudah didapat.
4.      Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.
5.      Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat atau untuk mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah ( Soekanti, 1969 : 124-125 ).

C.    Dampak Urbanisasi
Dengan adanya urbanisasi, penduduk di kota semakin banyak. Dengan adanya urbanisasi menimbulkan berbagai masalah baik yang ada di kota maupun di desa, antara lain:
1.      Penduduk yang ada di desa semakin berkurang.
2.      Banyak sawah yang tidak dirawat.
3.      Menurunnya hasil panen.
4.      Semakin banyak pengangguran yang ada di kota.
5.      Kejahatan dan perilaku yang tidak baik smakin banyak

D.      Faktor Penarik Terjadinya Urbanisasi
  1. Kehidupan kota yang lebih modern
  2. Sarana dan prasarana kota lebih lengkap
  3. Banyak lapangan pekerjaan di kota
  4. Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi lebih baik dan berkualitas
E.       Faktor Pendorong Terjadinya Urbanisasi
1.      Lahan pertanian semakin sempit
2.      Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
3.      Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
4.      Terbatasnya sarana dan prasarana di desa
5.      Diusir dari desa asal
6.      Memiliki impian kuat menjadi orang kaya
F.     Keuntungan Urbanisasi
  1. Memoderenisasikan warga desa
  2. Menambah pengetahuan warga desa
  3. Menjalin kerja sama yang baik antarwarga suatu daerah
  4. Mengimbangi masyarakat kota dengan masyarakat desa
D. Akibat urbanisasi
  1. Terbentuknya suburb tempat-tempat pemukiman baru dipinggiran kota
  2. Makin meningkatnya tuna karya (orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap)
  3. Masalah perumahan yg sempit dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan
  4. Lingkungan hidup tidak sehat, timbulkan kerawanan sosial dan kriminal



BAB III
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Urbanisasi

Pengertian urbanisasi sudah umum diketahui oleh mereka yang banyak bergelut di bidang kependudukan, khususnya mobilitas penduduk. Namun demikian, mereka yang awam dengan ilmu kependudukan sering kali kurang tepat dalam memakai istilah tersebut. Dalam pengertian yang sesungguhnya, urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Sedangkan mereka yang awam dengan ilmu kependudukan seringkali mendefinisikan urbanisasi sebagai perpindahan penduduk dari desa ke kota. Padahal perpindahan penduduk dari desa ke kota hanya salah satu penyebab proses urbanisasi, di samping penyebab-penyebab lain seperti pertumbuhan alamiah penduduk perkotaan, perluasan wilayah, maupun perubahan status wilayah dari daerah pedesaan menjadi daerah perkotaan, dan semacamnya itu.
(Tjiptoherijanto, 2007 dalam :

Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.
Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi Urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi. Perpindahan itu sendiri dikategorikan 2 macam, yakni: Migrasi Penduduk dan Mobilitas Penduduk, Bedanya Migrasi penduduk lebih bermakna perpindahan penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota. Sedangkan Mobilitas Penduduk berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara atau tidak menetap. (wikipedia, 2010 dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Urbanisasi).

B.     Proses Urbanisasi
Urbanisasi memiliki pengertian yang berbeda-beda tergantung sudut pandang yang di ambil. Jika dilihat dari segi Geografis, urbanisasi ialah sebuah kota yang bersifat integral, dan yang memiliki pengaruh atau merupakan unsur yang dominan dalam sistem keruangan yang lebih luas tanpa mengabaikan adanya jalinan yang erat antara aspek politik, sosial dan aspek ekonomi dengan wilayah sekitarnya. Berdasarkan pengertian tersebut, urbanisasi memiliki Pandangan inilah yang mejadi titik tolak dalam menjelaskan proses urbanisasi. Menurut King dan Colledge (1978), urbanisasi dikenal melalui empat proses utama keruangan (four major spatial processes), yaitu Adanya pemusatan kekuasaan pemerintah kota sebagai pengambil keputusan dan sebagai badan pengawas dalam penyelenggaraan hubungan kota dengan daerah sekitarnya.
1)      Adanya arus modal dan investasi untuk mengatur kemakmuran kota dan wilayah disekitarnya. Selain itu, pemilihan lokasi untuk kegiatan ekonomi mempunyai pengaruh terhadap arus bolak-balik kota-desa.
2)      Difusi inovasi dan perubahan yang berpengaruh terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya dan politik di kota akan dapat meluas di kota-kota yang lebih kecil bahkan ke daerah pedesaan. Difusi ini dapat mengubah suasana desa menjadi suasana kota.
3)      Migrasi dan pemukiman baru dapat terjadi apabila pengaruh kota secara terus-menerus masuk ke daerah pedesaan. Perubahan pola ekonomi dan perubahan pandangan penduduk desa mendorong mereka memperbaiki keadaan sosial ekonomi. (Andiantara, 2010 dalam

C.    Faktor Penyebab Terjadinya Urbanisasi
Pada umumnya, masyarakat melakukan urbanisasi karena adanya pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa berasal dari daerah asal (faktor pendorong) maupun daerah tujuan (faktor penarik).
Latar belakang atau sebab-sebab terjadinya urbanisasi (Soefaat, 1999 : 36), yaitu:
1.      Pertambahan penduduk yang disebabkan oleh migrasi penduduk dari daerah luar kota ke dalam kota, atau dari kota lain ke kota tertentu (aspek demografis)
2.      Perubahan mata pencaharian yang semula bersumber pada pertanian menjadi berorientasi pada industri, dagang dan berbagai jenis jasa lainnya lannya (aspek demografis).
3.      Perubahan perubahan lahan yang semula agraris menjadi berorientasi kepada industri, dagang dan jasa (aspek ruang dan ekonomi).
4.      Perubahan gaya hidup penduduk yang berimigrasi seperti tersebut di atas dari gaya pedesaan menjadi gaya perkotaan (urban) (aspek sosial).
a)      Faktor Penarik Terjadinya Urbanisasi yaitu :
1.      Kehidupan kota yang lebih modern dan mewah.
2.      Sarana dan prasarana kota yang lebih lengkap.
3.      Banyak lapangan pekerjaan di kota.
4.      Di kota banyak perempuan cantik dan laki-laki ganteng.
5.      Pengaruh buruk sinetron Indonesia

b)      Faktor Pendorong Terjadinya Urbanisasi
1.      Lahan pertanian yang semakin sempit
2.      Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya.
3.      Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa.
4.      Terbatasnya sarana dan prasarana di desa.
5.      Diusir dari desa asal.
6.      Memiliki impian kuat menjadi orang kaya
(wikipedia, 2010 dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Urbanisasi).

D.    Dampak Urbanisasi terhadap Lingkungan kota

Akibat dari meningkatnya proses urbanisasi menimbulkan dampak-dampak terhadap lingkungan kota, baik dari segi tata kota, masyarakat, maupun keadaan sekitarnya. Dampak urbanisasi terhadap lingkungan kota antara lain:
1.      Semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan.
Pertambahan penduduk kota yang begitu pesat, sudah sulit diikuti kemampuan daya dukung kotanya. Saat ini, lahan kosong di daerah perkotaan sangat jarang ditemui. ruang untuk tempat tinggal, ruang untuk kelancaran lalu lintas kendaraan, dan tempat parkir sudah sangat minim. Bahkan, lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) pun sudah tidak ada lagi. Lahan kosong yang terdapat di daerah perkotaan telah banyak dimanfaatkan oleh para urban sebagai lahan pemukiman, perdagangan, dan perindustrian yang legal maupun ilegal. Bangunan-bangunan yang didirikan untuk perdagangan maupun perindustrian umumnya dimiliki oleh warga pendatang. Selain itu, para urban yang tidak memiliki tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong sebagai pemukiman liar mereka. hal ini menyebabkan semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan.
2.      Menambah polusi di daerah perkotaan.
Masyarakat yang melakukan urbanisasi baik dengan tujuan mencari pekerjaan maupun untuk memperoleh pendidikan, umumnya memiliki kendaraan. Pertambahan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat yang membanjiri kota yang terus menerus, menimbulkan berbagai polusi atau pemcemaran seperti polusi udara dan kebisingan atau polusi suara bagi telinga manusia.
3.      Penyebab bencana alam.
Para urban yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman maupun lahan berdagang mereka. Hal ini tentunya akan membuat lingkungan tersebut yang seharusnya bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi penyebab terjadinya banjir. Daerah Aliran Sungai sudah tidak bisa menampung air hujan lagi.


4.      Pencemaran yang bersifat sosial dan ekonomi.
Kepergian penduduk desa ke kota untuk mengadu nasib tidaklah menjadi masalah apabila masyarakat mempunyai keterampilan tertentu yang dibutuhkan di kota. Namun, kenyataanya banyak diantara mereka yang datang ke kota tanpa memiliki keterampilan kecuali bertani. Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa bekerja sebagai buruh harian, penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang becak, dan pekerjaan lain yang sejenis. Bahkan,masyarakat yang gagal memperoleh pekerjaan sejenis itu menjadi tunakarya, tunawisma, dan tunasusila.
5.      Penyebab kemacetan lalu lintas.
Padatnya penduduk di kota menyebabkan kemacetan dimana-mana, ditambah lagi arus urbanisasi yang makin bertambah. Para urban yang tidak memiliki tempat tinggal maupun pekerjaan banyak mendirikan pemukiman liar di sekitar jalan, sehingga kota yang awalnya sudah macet bertambah macet. Selain itu tidak sedikit para urban memiliki kendaraan sehingga menambah volum kendaraan di setiap ruas jalan di kota.
6.      Merusak tata kota.
Tata kota suatu daerah tujuan urban bisa mengalami perubahan dengan banyaknya urbanisasi. Urban yang mendirikan pemukiman liar di pusat kota serta gelandangan-gelandangan di jalan-jalan bisa merusak sarana dan prasarana yang telah ada, misalnya trotoar yang seharusnya digunakan oleh pedestrian justru digunakan sebagai tempat tinggal oleh para urban. Hal ini menyebabkan trotoar tersebut menjadi kotor dan rusak sehingga tidak berfungsi lagi. (Andiantara, 2010 dalam http://galihwe.blogspot.com/2010/01/urbanisasi-dan-dampak-negatif.html).




E.       Urbanisasi, Kawasan Kumuh dan Ruang Terbuka Hijau
Kemiskinan dan kualitas lingkungan yang rendah adalah hal yang mesti dihilangkan, tetapi tidak dengan menggusur masyarakat yang telah bermukim lama di lokasi tersebut. Menggusur hanyalah memindahkan kemiskinan dari lokasi lama ke lokasi baru dan kemiskinan tidak berkurang. Bagi orang yang tergusur, malahan penggusuran ini akan semakin menyulitkan kehidupan mereka karena mesti beradaptasi dengan lokasi permukiman yang baru. Peremajaan kota ini menciptakan kondisi fisik perkotaan yang lebih baik, tetapi sarat dengan masalah sosial. Kemiskinan hanya berpindah saja dan masyarakat miskin yang tergusur semakin sulit untuk keluar dari kemiskinan karena akses mereka terhadap pekerjaan semakin sulit.
Tingginya laju urbanisasi juga menyebabkan tingginya permintaan terhadap lahan untuk menampung kegiatan perkotaan termasuk perkantoran, jasa, perdagangan, hotel dan perumahan. Kawasan ruang terbuka hijau merupakan “korban” dari konversi lahan untuk kegiatan perkotaan. Dari tahun ke tahun kawasan ruang terbuka hijau wilayah Makassar terus berkurang, seiring dengan tuntutan ruang akibat laju urbanisasi. Pada saat ini, kawasan ruang terbuka hijau (RTH) yang masih terjaga di Kota Makassar hanya berada di Kawasan UNHAS dan Kantor Gubernur Sulsel. Penurunan luas RTH dalam rencana tata ruang kota Makassar tersebut menunjukkan ketidakmampuan pemerintah untuk mempertahankan RTH sebagai komponen penting dalam ruang kota. Hal ini diakibatkan lemahnya penegakan rencana tata ruang dan tingginya permintaan lahan perkotaan untuk mewadahi tingginya laju urbanisasi.

F.       Pembangunan Kota Berkelanjutan
Urbanisasi adalah penggerak roda perekonomian dan pembangunan kota. Tingginya laju urbanisasi tidak mesti menyebabkan masalah bagi pemerintah kota. Kawasan perkotaan dijadikan tujuan bagi para penduduk miskin pedesaan untuk keluar dari kemiskinan. Sementara itu, pemerintah kota tidak siap untuk menampung para migran dari pedesaan ini. Hal inilah yang memacu perkembangan kawasan kumuh di perkotaan, khususnya di Kota Makassar. Jalan terbaik untuk mengerem perkembangan kawasan kumuh di perkotaan adalah kembali lagi dengan melakukan kegiatan menggalakkan pembangunan di pedesaan misalnya pengembangan infrastruktur untuk meningkatkan produktivitas petani di pedesaan. Meningkatnya produktivitas pertanian di pedesaan akan meningkatkan kesejahteraan penduduk pedesaan dan secara tidak langsung akan mengerem laju migrasi penduduk desa ke kota.
Cara untuk mengatasi kawasan kumuh di kawasan perkotaan adalah tidak dengan menggusurnya. Penggusuran hanyalah menciptakan masalah sosial perkotaan yang semakin akut dan pelik. Penggusuran atau sering diistilahkan sebagai peremajaan kota adalah cara yang tidak berkelanjutan dalam mengatasi kemiskinan. Masyarakat miskin adalah salah satu komponen dalam komunitas perkotaan yang mesti diberdayakan dan bukannya digusur. Solusi yang berkelanjutan untuk mengatasi kemiskinan dan permukiman kumuh di perkotaan adalah pemberdayaan masyarakat miskin dan bukanlah penggusuran. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Winayanti dan Lang (2004) dan Rukmana (2007) menunjukkan bahwa perbaikan kawasan kumuh melalui pendekatan berbasis masyarakat (community-based development) dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di kawasan kumuh. Mengenai berkurangnya RTH di Makassar, Pemerintah Makassar mesti mengembalikan RTH yang telah terkonversi menjadi kawasan terbangun. RTH merupakan komponen penting dalam ruang kota yang dapat mencegah beragam bencana seperti banjir dan dampak negatif lainnya.

G.      Kebijaksanaan Urbanisasi di Indonesia
Ada dua kelompok besar kebijaksanaan pengarahan urbanisasi di Indonesia yang saat ini sedang dikembangkan.
·         Pertama, mengembangkan daerah-daerah pedesaan agar memiliki ciri-ciri sebagai daerah perkotaan. Upaya tersebut sekarang ini dikenal dengan istilah “urbanisasi pedesaan “.
·         Kedua, mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, atau dikenal dengan istilah “daerah penyangga pusat pertumbuhan”.
Kelompok kebijaksanaan pertama merupakan upaya untuk “mempercepat” tingkat urbanisasi tanpa menunggu pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan melakukan beberapa terobosan yang bersifat “non-ekonomi”. Bahkan perubahan tingkat urbanisasi tersebut diharapkan memacu tingkat pertumbuhan ekonomi. Untuk itu perlu didorong pertumbuhan daerah pedesaan agar memiliki ciri-ciri perkotaan, namun tetap “dikenal” pada nuansa pedesaan. Dengan demikian, penduduk daerah tersebut dapat dikategorikan sebagai “orang kota” walaupun sebenarnya mereka masih tinggal di suatu daerah yang memiliki nuansa pedesaan.
Beberapa cara yang sedang dikembangkan untuk mempercepat tingkat urbanisasi tersebut antara lain dengan “memodernisasi” daerah pedesaan sehingga memiliki sifat-sifat daerah perkotaan. Pengertian “modernisasi” daerah pedesaan tidak semata-mata dalam arti fisik, seperti misalnya membangun fasilitas perkotaan, namun membangun penduduk pedesaan sehingga memiliki ciri-ciri modern penduduk perkotaan. Dalam hubungan inilah lahir konsep “urbanisasi pedesaan”. Konsep “urbanisasi pedesaan” mengacu pada kondisi di mana suatu daerah secara fisik masih memiliki ciri-ciri pedesaan yang “kental”, namun karena “ciri penduduk” yang hidup didalamnya sudah menampakkan sikap maju dan mandiri, seperti antara lain mata pencaharian lebih besar di nonpertanian, sudah mengenal dan memanfaatkan lembaga keuangan, memiliki aspirasi yang tinggi terhadap dunia pendidikan, dan sebagainya, sehingga daerah tersebut dapat dikategorikan sebagai daerah perkotaan.
Dengan demikian, apa yang harus dikembangkan adalah membangun penduduk pedesaan agar memiliki ciri-ciri penduduk perkotaan dalam arti positif tanpa harus merubah suasana fisik pedesaan secara berlebihan. Namun, daerah pedesaan tersebut sudah dapat dikategorikan sebagai daerah perkotaan. Sudah barang tentu bersamaan dengan pembangunan penduduk pedesaan tersebut diperlukan sistem perekonomian yang cocok dengan potensi daerah pedesaan itu sendiri. Jika konsep urbanisasi pedesaan seperti di atas dapat dikembangkan dan disepakati, maka tingkat urbanisasi di Indonesia dapat dipercepat perkembangannya tanpa merusak suasana tradisional yang ada di daerah pedesaan dan tanpa menunggu pertumbuhan ekonomi yang sedemikian tinggi. Bahkan sebaliknya, dengan munculnya “para penduduk” di daerah “pedesaan” yang “bersuasana perkotaan” tersebut, mereka dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi dengan tetap mempertahankan aspek keserasian, keseimbangan, dan keselarasan antara tuntutan pertumbuhan ekonomi dan keseimbangan ekosistem serta lingkungan alam.
Kelompok kebijaksanaan kedua merupakan upaya untuk mengembangkan kota-kota kecil dan sedang yang selama ini telah ada untuk mengimbangi pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan. Pada kelompok ini, kebijaksanaan pengembangan perkotaan diklasifikasikan ke dalam tiga bagian, yaitu:
1.      Kebijaksanaan ekonomi makro yang ditujukan terutama untuk menciptakan lingkungan atau iklim yang merangsang bagi pengembangan kegiatan ekonomi perkotaan. Hal ini antara lain meliputi penyempurnaan peraturan dan prosedur investasi, penetapan suku bunga pinjaman dan pengaturan perpajakan bagi peningkatan pendapatan kota;
2.      Penyebaran secara spesial pola pengembangan kota yang mendukung pola kebijaksanaan pembangunan nasional menuju pertumbuhan ekonomi yang seimbang, serasi dan berkelanjutan, yang secara operasional dituangkan dalam kebijaksanaan tata ruang kota/ perkotaan, dan
3.      Penanganan masalah kinerja masing-masing kota.
Dengan demikian, kebijaksanaan pengembangan perkotaan di Indonesia dewasa ini dilandasi pada konsepsi yang meliputi: (i) pengaturan mengenai sistem kota-kota; (ii) terpadu; (iii) berwawasan lingkungan, dan (iv) peningkatan peran masyarakat dan swasta. Dengan makin terpadunya sistem-sistem perkotaan yang ada di Indonesia, akan terbentuk suatu hierarki kota besar, menengah, dan kecil yang baik sehingga tidak terjadi “dominasi” salah satu kota terhadap kota-kota lainnya.

Urbanisasi merupakan proses yang wajar dan tidak perlu dicegah pertumbuhannya. Karena, proses urbanisasi tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Namun demikian, proses urbanisasi tersebut perlu diarahkan agar tidak terjadi tingkat primacy yang berlebihan. Pada saat ini pemerintah telah mengembangkan dua kelompok kebijaksanaan untuk mengarahkan proses urbanisasi, yaitu mengembangkan apa yang dikenal dengan istilah “urbanisasi pedesaan” dan juga mengembangkan “pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru”. Diharapkan dengan makin bertumbuhnya daerah pedesaan dan juga menyebarnya daerah-daerah pertumbuhan ekonomi, sasaran untuk mencapai tingkat urbanisasi sebesar 75 persen pada akhir tahun 2025, dan dibarengi dengan makin meratanya persebaran daerah perkotaan, akan dapat terwujud. (Tjiptoherijanto, 2007 dalam http://robbyalexandersirait.wordpress.com/2007/10/05/urbanisasi-mobilitas-dan-perkembangan-perkotaan-di-indonesia/).

H.      Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem selalu mencari keterpaduan antarbagian melalui pemahaman yang utuh, sehingga diperlukan kerangka pikir pendekatan sistem. Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan identifikasi sejumlah kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi sistem yang efektif. Pendekatan ini menunjukkan kinerja intelektual berdasarkan: perspektif, pedoman, model, metodologi, dan sebagainya, yang diformulasikan untuk mengupayakan perbaikan secara terorganisasi tingkah laku dan perbuatan manusia (ZHU (1998) dalam Djakapermana, 2010 : 2).
Untuk mengatasi permasalahan urbanisasi yang dari tahun ke tahun terjadi di perkotaan akibat kurang mendukungnya potensi kehidupan yang ada pada pedesaan yang menyebabkan terjadinya urbanisasi secara besar-besaran ke kota, maka diperlukan berbagai upaya untuk menekan hal tersebut dengan memperhatikan segala dampak system yang saling berhubungan. Dimana pengembangan pedesaan jika hanya memperhatikan satu faktor pendukung seperti potensi sumber daya tanpa adanya dukungan terhadap system sarana dan prasarana yang memadai untuk mengelola potensi tersebut maka hanya akan sia-sia, dan ini akan menimbulkan dampak negative hingga ke perkotaan akibat terjadinya urbanisasi oleh penduduk pedesaan.

Salah satu contoh program Pemerintah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pengembangan Desa yaitu, meningkatkan desa swadaya (tradisional), melalui desa swakarya (transisi), menjadi desa swasembada. Usaha untuk menigkatkan kemajuan desa-desa swadaya dan swakarsa menjadi Desa Swasembada(Maju). Pada pengembangan desa ini Pemerintah merupakan pihak yang sangat berperan penting terhadap pengembangan desa-desa tersebut. Adapun beberapa upaya yang dapat dilakukan sebagai solusi masalah urbanisasi di antaranya :
a)      Melalui peningkatan aspek pendidikan, aspek aksesibilitas, serta pengembangan aspek potensi desa.
·         Pertama, upaya peningkatan aspek pendidikan di desa dapat dilakukan dengan menggalakkan pendidikan menengah yang bersifat kejuruan. Pendidikan menengah yang bersifat kejuruan tentunya akan sangat membantu mengembangkan bakat peserta didik yang sifatnya praktis sesuai dengan peminatan yang diinginkan. Selain itu, peningkatan aspek ini dapat juga digunakan untuk mendorong munculnya jiwa kewirausahaan sehingga bisa menyediakan lapangan pekerjaan di desanya.Tentunya dengan adanya lapangan pekerjaan di desa akan mengurangi laju urbanisasi yang terjadi.
·         Kedua, aspek aksesibilitas (dalam hal transportasi) di desa merupakan faktor penting untuk menunjang aktivitas ekonomi, walau pada faktanya masih banyak desa di negara kita yang masih memiliki aksesibilitas yang buruk. Padahal aksesibilitas tersebut berfungsi sebagai jalur penghubung terjadinya aliran barang dan jasa (aktivitas ekonomi).Melalui peningkatan aksesibilitas di desa seperti pembangunan jalan dan jembatan serta sarana telekomunikasi, pemberdayaan potensi sumber daya yang terdapat di desa dapat dikembangkan secara optimal. Adanya kemudahan akses tersebut juga bisa menjadi faktor penarik bagi pihak pemerintah dan swasta untuk bermitra dan mengembangkan aspek unggulan desa yang bersangkutan.
·         Ketiga, pemberdayaan potensi utama desa dapat dilakukan untuk menekan urbanisasi. Salah satu cara untuk mengembangkan potensi desa dapat dilakukan sesuai dengan sumber daya yang ada seperti potensi agrobisnis maupun aspek pariwisatanya. Potensi agrobisnis di desa dapat dilakukan dengan pengembangan dan pemasaran yang lebih ”menjual” sehingga potensi tersebut dapat terberdayakan.Dengan sendirinya lapangan pekerjaan akan tersedia sehingga dapat mengurangi laju urbanisasi yang terjadi. Demikian pula dengan aspek pariwisata yang mampu menambah lapangan pekerjaan di desa. Pada akhirnya, berbagai upaya yang dilakukan untuk mengurangi urbanisasi memerlukan kerja sama dari berbagai pihak mulai dari pemerintah dan penduduknya. Tanpa adanya sinergi dalam melaksanakan upaya penekanan urbanisasi, maka urbanisasi akan terus terjadi. (Anggigeo, 2010 dalam http://anggigeo.wordpress.com/2010/10/06/upaya-penanganan-urbanisasi/)
b)      Pembangunan Masyarakat Desa di Indonesia.
Pembangunan ini dimaksud untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk wilayah pedesaan. Dimana Pembangunan wilayah pedesaan ini dilakukan oleh berbagai Departemen Pemerintahan. Pembangunan masyarakat desa sebagai suatu strategi untuk memajukan kehidupan social dan kehidupan ekonomi bagi kelompok tertentu, yaitu penduduk yang miskin di pedesaan.
Pembangunan dalam wilayah pedesaan dapat dibagi menjadi dua bagian (Jayadinata, 1999 : 93), yaitu :
1)      Proyek produktif yang langsung, dilaksanakan dalam pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, industry, dan kepariwisataan.
2)      Proyek produktif dan sosial yang tidak langsung, meliputi :
·         Perumahan;
·         Pelayanan sosial dan ekonomi: pendidikan, kesehatan, kebudayaan, agama, rekreasi, dan olah raga, penyediaan ruang terbuka (taman dan sebagainya), administrasi, pertahanan, pasar, dan pertokoan, tempat penggudangan, dan tempat pengolahan hasil;
·         Utilitas umum (utility): air minum, saluran air limbah, penyediaan energy, dan pengaturan pembuangan sampah;
·         Pelayanan perhubungan: jalan raya, kereta api, jalur lalu lintas, sungai, jembatan, pengangkutan umum, radio, televisi, dan telekomunikasi.
Dengan adanya suatu upaya pengembangan desa melalui peningkatan hasil kegiatan usaha maupun peningkatan sarana dan prasarana ini, diharapkan bisa menjadi faktor pendukung untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada pada wilayah pedesaan sehingga membuat penduduk pedesaan bisa tetap tinggal melakukan aktifitas ekonomi secara lancar tanpa perlu untuk keluar dari desanya seperti melakukan urbanisasi ke perkotaan untuk memperbaiki nasib tanpa dibekali skill yang mendukung yang ujung-ujungnya kebanyakan penduduk desa tersebut hanya menciptakan lingkungan kumuh bagi perkotaan.
Keterkaitan desa dan Kota Studi ekonomi secara ruang di mana masyarakat sebagai aktor ekonomi,dapat tergabung dalam usaha formal (perusahaan) dan informal yang dapat dikategorikan pada kegiatan di wilayah pedesaan dan perkotaan. Petani pada umumnya adalah actor ekonomi di pedesaan yang tergolong pada kegiatan usaha subsistem, usaha kecil, dan menengah.
Studi PARUL (Poverty Alleviation Through Rural Urban Linkages) di Indonesia, telah : 1) melakukan kajian beberapa keterkaitan desa-kota di dalam kegiatan ekonomi lokal dan kebutuhan intervensi pemerintah untuk memperkuat pengelolaan keterkaitan di tiga provinsi (Sulsel, Sulut, Irian jaya-Sorong), 2) membentuk konsensus dalam perencanaan dan pengelolaan keterkaitan desa-kota dilihat dari aspek mata rantai produksi di tingkat kabupaten, dan 3) mengevaluasi program yang ada untuk mendukung pelaksanaan pengelolaan keterkaitan desa-kota.
Pendekatan dalam pengelolaan adalah dengan membangun kapasitas pengelolaan yang bertumpu pada inisiatif dan partisipasi masyarakat, bersama kelompok swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan aparat birokrasi di tingkat lokal.
Dengan studi pengembangan ekonomi ini, yang dipertimbangkan adalah pengembangan komoditi, mata rantai keterkaitan industry local dan global (perdagangan, tenaga kerja, kapital, pemasaran, transportasi, kawasan desa-kota), kemitraan antara ekonomi lemah dan ekonomi kuat, dan keterpaduan program serta kegiatan yang dilaksanakan para pihak yang berkepentingan.
Dengan mengaitkan program desa dan kota itu, diharapkan sebagai hasil :
1)      Terciptanya produksi komoditi unggulan yang kompetitif
2)      Terciptanya lapangan kerja yang produktif, masyarakat yang berpendapatan tinggi, dan berjiwa kewiraswastaan
3)      Tersedianya prasarana dan sarana ekonomi yang produktif
4)      Terdapat akumulasi kapital untuk produksi
5)      Terbentuknya jaringan kerja produksi, pengelolaan produk, pemasaran dan perdagangan.
6)      Kuatnya kapasitas kelembagaan masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan ekonomi lokal.

I.         Penanganan Urbanisasi di Indonesia
Maraknya pembangunan di kota-kota besar di Indonesia dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Sebagai dampaknya, kota-kota tersebut akan menjadi magnet bagi penduduk untuk berdatangan mencari pekerjaan dan bertempat tinggal.
Hal tersebut lazim disebut dengan urbanisasi yang berarti perpindahan penduduk dari desa ke kota. Tuntutan hidup di perkotaan, bagi sebagian penduduk yang pindah merupakan kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup, apalagi bagi yang memiliki pendidikan dan keterampilan. Namun, bagi sebagian penduduk lagi yang pindah malah akan menjadi beban bagi kota yang dituju karena tidak memiliki pendidikan dan keterampilan.

Hal ini akan menimbulkan kesenjangan sosial dan ekonomi yang selanjutnya malah akan menyebabkan timbulnya kerawanan dalam masyarakat seperti pengangguran, kemiskinan, serta kriminalitas. Untuk mengatasi permasalahan urbanisasi yang dari tahun ke tahun terjadi, diperlukan berbagai upaya untuk menekan hal tersebut. Adapun beberapa upaya yang dapat dilakukan sebagai solusi masalah urbanisasi di antaranya melalui peningkatan aspek pendidikan, aspek aksesibilitas, serta pengembangan aspek potensi desa.
Pertama, upaya peningkatan aspek pendidikan di desa dapat dilakukan dengan menggalakkan pendidikan menengah yang bersifat kejuruan. Pendidikan menengah yang bersifat kejuruan tentunya akan sangat membantu mengembangkan bakat peserta didik yang sifatnya praktis sesuai dengan peminatan yang diinginkan. Selain itu, peningkatan aspek ini dapat juga digunakan untuk mendorong munculnya jiwa kewirausahaan sehingga bisa menyediakan lapangan pekerjaan di desanya.
Tentunya dengan adanya lapangan pekerjaan di desa akan mengurangi laju urbanisasi yang terjadi.  Kedua, aspek aksesibilitas (dalam hal transportasi) di desa merupakan faktor penting untuk menunjang aktivitas ekonomi, walau pada faktanya masih banyak desa di negara kita yang masih memiliki aksesibilitas yang buruk. Padahal aksesibilitas tersebut berfungsi sebagai jalur penghubung terjadinya aliran barang dan jasa (aktivitas ekonomi).
Melalui peningkatan aksesibilitas di desa seperti pembangunan jalan dan jembatan serta sarana telekomunikasi, pemberdayaan potensi sumber daya yang terdapat di desa dapat dikembangkan secara optimal. Adanya kemudahan akses tersebut juga bisa menjadi faktor penarik bagi pihak pemerintah dan swasta untuk bermitra dan mengembangkan aspek unggulan desa yang bersangkutan.
Ketiga, pemberdayaan potensi utama desa dapat dilakukan untuk menekan urbanisasi. Salah satu cara untuk mengembangkan potensi desa dapat dilakukan sesuai dengan sumber daya yang ada seperti potensi agrobisnis maupun aspek pariwisatanya. Potensi agrobisnis di desa dapat dilakukan dengan pengembangan dan pemasaran yang lebih “menjual” sehingga potensi tersebut dapat terberdayakan.
Dengan sendirinya lapangan pekerjaan akan tersedia sehingga dapat mengurangi laju urbanisasi yang terjadi. Demikian pula dengan aspek pariwisata yang mampu menambah lapangan pekerjaan di desa. Pada akhirnya, berbagai upaya yang dilakukan untuk mengurangi urbanisasi memerlukan kerja sama dari berbagai pihak mulai dari pemerintah dan penduduknya. Tanpa adanya sinergi dalam melaksanakan upaya penekanan urbanisasi, maka urbanisasi akan terus terjadi.

BAB IV
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.
Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi. Perpindahan itu sendiri dikategorikan 2 macam, yakni: Migrasi Penduduk dan Mobilitas Penduduk, Bedanya Migrasi penduduk lebih bermakna perpindahan penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota. Sedangkan Mobilitas Penduduk berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara atau tidak menetap.
Pada umumnya, masyarakat melakukan urbanisasi karena adanya pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa berasal dari daerah asal (faktor pendorong) maupun daerah tujuan (faktor penarik).
Kemiskinan dan kualitas lingkungan yang rendah adalah hal yang mesti dihilangkan, tetapi tidak dengan menggusur masyarakat yang telah bermukim lama di lokasi tersebut. Menggusur hanyalah memindahkan kemiskinan dari lokasi lama ke lokasi baru dan kemiskinan tidak berkurang. Bagi orang yang tergusur, malahan penggusuran ini akan semakin menyulitkan kehidupan mereka karena mesti beradaptasi dengan lokasi permukiman yang baru.
Tingginya laju urbanisasi juga menyebabkan tingginya permintaan terhadap lahan untuk menampung kegiatan perkotaan termasuk perkantoran, jasa, perdagangan, hotel dan perumahan.
Ada dua kelompok besar kebijaksanaan pengarahan urbanisasi di Indonesia yang saat ini sedang dikembangkan.
·         Pertama, mengembangkan daerah-daerah pedesaan agar memiliki ciri-ciri sebagai daerah perkotaan. Upaya tersebut sekarang ini dikenal dengan istilah “urbanisasi pedesaan “.
·         Kedua, mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, atau dikenal dengan istilah “daerah penyangga pusat pertumbuhan”.
Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan identifikasi sejumlah kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi sistem yang efektif. Pendekatan ini menunjukkan kinerja intelektual berdasarkan: perspektif, pedoman, model, metodologi, dan sebagainya, yang diformulasikan untuk mengupayakan perbaikan secara terorganisasi tingkah laku dan perbuatan manusia (ZHU (1998) dalam Djakapermana, 2010 : 2).

B.     Saran
Ledakan penduduk di perkotaan menjadi masalah serius di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan langkah-langkah yang tepat melalui kebijakan-kebijakan yang jelas dalam menangani masalah tersebut agar tidak menimbulkan masalah yang lebih luas lagi.


DAFTAR PUSTAKA


Andiantara, Galih. 2010. Urbanisasi dan Dampak Negatif Lingkungan Kota. (Online) (http://galihwe.blogspot.com/2010/01/urbanisasi-dan-dampak-negatif.html, diakses 05 Mei 2012).
Anggigeo. 2010. Upaya Penanganan Urbanisasi. (Online) (http://anggigeo.wordpress.com/2010/10/06/upaya-penangananurbanisasi/, Diakses 05 Mei 2012).
Djakapermana, RD. 2010. Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Kesisteman. IPB Press, Bogor.
Jayadinata, T., Johara. 1999. Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Pedesaan. Penerbit ITB: Bandung.
Tjiptoherijanto, Prijono. 2007. Urbanisasi, Mobilitas dan Perkembangan Perkotaan di Indonesia. (Online) (http//Urbanisasi dan Perkembangan Perkotaan di Indonesia « INDONESIA TANAH AIR BETA.htm, diakses 05 Maret 2011).
Vina, Ramitha. 2011. Visi Ekonomi Indonesia 2025; Urbanisasi Super Cepat. inilah.com. (Online), (http//Urbanisasi%20Super%20Cepat%20-%20ekonomi.inilah.com.htm, diakses 17 Maret 2011).
Wikipedia. 2010. Urbanisasi. (Online),
(http://id.wikipedia.org/wiki/Urbanisasi diakses
05 Mei 2012).